Senin, 19 Mei 2014

Puasa Sya'ban sebagai Pendahuluan

APAKAH Anda masih mempunyai utang puasa tahun lalu? Mungkin saja sebab sakit, haid, nifas, menyusui anak, dalam perjalanan, atau sedang mengerjakan pekerjaan berat sehingga tidak mampu menjalankannya?

Bila memang ada maka segeralah membayar (qadha)-nya, dan batas akhir melakukan qadha shaum tersebut adalah bulan Sya’ban.

Bulan Sya’ban adalah batas akhir melakukan qadha puasa pada setiap tahunnya. Utang puasa tidak dapat dibayar bila telah lebih satu tahun berlalu. Bila seperti itu, maka batas toleransi sudah tidak berlaku lagi. Karenanya, setiap tahun, bila ada shaum yang terlanggar maka haruslah dibayar pada bulan Sya’ban sebagai batas akhirnya.

Lebih dari itu, ia dianggap berdosa karena telah meninggalkan kewajiban shaum dengan sengaja.

Ummul Mukminin, Aisyah RA, bercerita kepada Abi Salamah bahwa ia pernah memiliki utang puasa. Ia tidak sempat membayar utang puasa tersebut hingga pada Sya’ban. Utang puasa itu tertunda ditunaikan disebabkan karena kesibukannya melayani Rasulullah SAW. (HR. Bukhari & Muslim).

Bulan Sya’ban, selain batas akhir untuk menunaikan utang puasa, bulan ini juga amat dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk memperbanyak puasa sunah.

Puasa sunah tersebut pernah dan kerap dilakukan Rasulullah SAW semasa hidupnya. Sebagaimana dituturkan Aisyah RA dalam beberapa hadits berikut:

Dari Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa (sunah) pada satu bulan lebih banyak daripada bulan Sya’ban. Sungguh beliau berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban.”

Dalam sebuah riwayat dikatakan, “Beliau berpuasa di seluruh bulan Sya’ban kecuali beberapa hari saja beliau tidak berpuasa.” (Muttafaq Alaihi).

Dalam kitab sahihnya, Imam Bukhari menyampaikan hadits senada namun dengan redaksi berbeda.

Dari Aisyah Ra yang mengatakan, “Rasulullah SAW berpuasa sehingga dapat kami katakan beliau tidak pernah berbuka (berpuasa terus setiap hari), dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah mendapati beliau berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadan dan aku tidak pernah mendapati beliau berpuasa lebih hebat dari itu kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari).

Itulah kebiasaan yang kerap dilakukan Rasulullah SAW pada Sya’ban. Beliau mengisi hari-harinya pada bulan Sya’ban dengan memperbanyak puasa sunah demi mengharap rida Allah SWT.

Lalu muncul pertanyaan di benak kita, apakah hikmah dari puasa Rasulullah SAW di bulan Sya’ban? Beberapa hikmah yang dapat diambil dari shaum Sya’ban tersebut adalah:

Pertama, Pembersihan diri dari dosa dan maksiat serta mengekang hawa nafsu yang ada.

Sebagaimana dimaklumi bahwa manusia tidak luput dari dosa dan kesalahan. Dosa dan kesalahan tersebut biasanya terjadi disebabkan dua faktor.

Pertama, adalah hawa nafsu manusia dan godaan setan yang terkutuk. Puasa adalah sebuah cara yang amat ampuh untuk mengatasi keduanya. Karena itu, Rasulullah SAW mengajarkan kepada ummatnya untuk kerap menjalankan puasa sebagai penakluk potensi keburukan yang terdapat pada diri manusia.

Kedua, Datang bergegas kepada Allah dengan memperbanyak ibadah sunah.

Allah SWT amat suka bila seorang hamba mendekatkan diri kepada-Nya.

Hadits qudis menyebut, “Bila seorang hamba mendekatkan dirinya kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan menghampirinya satu hasta. Bila ia datang kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan datang kepadanya satu depa. Bila ia berjalan ke arah-Ku, maka Aku akan datang kepadanya sambil berlari.” (HR. Bukhari & Muslim)

Pada hadits qudsi lain, Allah SWTberfirman, “Jika seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadah-ibadah sunnah, maka Aku akan jatuh cinta kepadanya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku akan jadi pendengarannya di mana ia mendengar. Aku akan jadi penglihatannya di mana ia melihat. Aku akan jadi tangannya dimana ia menggenggam. Aku akan jadi kakinya di mana ia berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, akan Aku berikan. Bila ia memohon perlindungan, maka Aku akan beri perlindungan.” (HR. Bukhari).

Ketiga, Bersiap diri menyambut Ramadan. Sya’ban adalah bulan sebelum Ramadan. Sementara Ramadan adalah sayyidus syuhur (penghulu dari seluruh bulan), maka demi menyambutnya maka setiap manusia perlu bersiap diri.

Amal shiyam dan qiyam sebulan penuh di saat Ramadan tentu bukanlah perkara gampang. Buktinya, banyak manusia yang tidak mampu meraih keistimewaan ibadah di Ramadan disebabkan karena sakit, malas, atau kondisi tubuh lemah.

Sebab itu, demi mendapatkan predikat terbaik dalam bidang ibadah di bulan Ramadan, tubuh manusia secara lahir-batin perlu mendapat pengkondisian dan pelatihan. Pelatihan itu dapat dilakukan sebelumnya atau pada Sya’ban.

Demikianlah, mengapa Rasulullah SAW begitu giat melakukan puasa Sya’ban hingga sebulan penuh.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Puasa Sya'ban sebagai Pendahuluan

0 komentar:

Posting Komentar