APAKAH Anda masih mempunyai utang puasa tahun lalu?
Mungkin saja sebab sakit, haid, nifas, menyusui anak, dalam perjalanan,
atau sedang mengerjakan pekerjaan berat sehingga tidak mampu
menjalankannya?
Bila memang ada maka segeralah membayar (qadha)-nya, dan batas akhir melakukan qadha shaum tersebut adalah bulan Sya’ban.
Bulan
Sya’ban adalah batas akhir melakukan qadha puasa pada setiap tahunnya.
Utang puasa tidak dapat dibayar bila telah lebih satu tahun berlalu.
Bila seperti itu, maka batas toleransi sudah tidak berlaku lagi.
Karenanya, setiap tahun, bila ada shaum yang terlanggar maka haruslah
dibayar pada bulan Sya’ban sebagai batas akhirnya.
Lebih dari itu, ia dianggap berdosa karena telah meninggalkan kewajiban shaum dengan sengaja.
Ummul
Mukminin, Aisyah RA, bercerita kepada Abi Salamah bahwa ia pernah
memiliki utang puasa. Ia tidak sempat membayar utang puasa tersebut
hingga pada Sya’ban. Utang puasa itu tertunda ditunaikan disebabkan
karena kesibukannya melayani Rasulullah SAW. (HR. Bukhari & Muslim).
Bulan
Sya’ban, selain batas akhir untuk menunaikan utang puasa, bulan ini
juga amat dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk memperbanyak puasa sunah.
Puasa
sunah tersebut pernah dan kerap dilakukan Rasulullah SAW semasa
hidupnya. Sebagaimana dituturkan Aisyah RA dalam beberapa hadits
berikut:
Dari Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW tidak pernah
berpuasa (sunah) pada satu bulan lebih banyak daripada bulan Sya’ban.
Sungguh beliau berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban.”
Dalam sebuah riwayat dikatakan, “Beliau berpuasa di seluruh bulan Sya’ban kecuali beberapa hari saja beliau tidak berpuasa.” (Muttafaq Alaihi).
Dalam kitab sahihnya, Imam Bukhari menyampaikan hadits senada namun dengan redaksi berbeda.
Dari Aisyah Ra yang mengatakan, “Rasulullah
SAW berpuasa sehingga dapat kami katakan beliau tidak pernah berbuka
(berpuasa terus setiap hari), dan beliau berbuka sehingga kami
mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah mendapati
beliau berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadan dan aku
tidak pernah mendapati beliau berpuasa lebih hebat dari itu kecuali pada
bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari).
Itulah kebiasaan yang kerap
dilakukan Rasulullah SAW pada Sya’ban. Beliau mengisi hari-harinya pada
bulan Sya’ban dengan memperbanyak puasa sunah demi mengharap rida Allah
SWT.
Lalu muncul pertanyaan di benak kita, apakah hikmah dari
puasa Rasulullah SAW di bulan Sya’ban? Beberapa hikmah yang dapat
diambil dari shaum Sya’ban tersebut adalah:
Pertama, Pembersihan diri dari dosa dan maksiat serta mengekang hawa nafsu yang ada.
Sebagaimana
dimaklumi bahwa manusia tidak luput dari dosa dan kesalahan. Dosa dan
kesalahan tersebut biasanya terjadi disebabkan dua faktor.
Pertama,
adalah hawa nafsu manusia dan godaan setan yang terkutuk. Puasa adalah
sebuah cara yang amat ampuh untuk mengatasi keduanya. Karena itu,
Rasulullah SAW mengajarkan kepada ummatnya untuk kerap menjalankan puasa
sebagai penakluk potensi keburukan yang terdapat pada diri manusia.
Kedua, Datang bergegas kepada Allah dengan memperbanyak ibadah sunah.
Allah SWT amat suka bila seorang hamba mendekatkan diri kepada-Nya.
Hadits qudis menyebut, “Bila
seorang hamba mendekatkan dirinya kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan
menghampirinya satu hasta. Bila ia datang kepada-Ku satu hasta, maka
Aku akan datang kepadanya satu depa. Bila ia berjalan ke arah-Ku, maka
Aku akan datang kepadanya sambil berlari.” (HR. Bukhari & Muslim)
Pada hadits qudsi lain, Allah SWTberfirman, “Jika
seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadah-ibadah sunnah,
maka Aku akan jatuh cinta kepadanya. Bila Aku telah mencintainya, maka
Aku akan jadi pendengarannya di mana ia mendengar. Aku akan jadi
penglihatannya di mana ia melihat. Aku akan jadi tangannya dimana ia
menggenggam. Aku akan jadi kakinya di mana ia berjalan. Bila ia meminta
kepada-Ku, akan Aku berikan. Bila ia memohon perlindungan, maka Aku akan
beri perlindungan.” (HR. Bukhari).
Ketiga, Bersiap diri
menyambut Ramadan. Sya’ban adalah bulan sebelum Ramadan. Sementara
Ramadan adalah sayyidus syuhur (penghulu dari seluruh bulan), maka demi
menyambutnya maka setiap manusia perlu bersiap diri.
Amal shiyam
dan qiyam sebulan penuh di saat Ramadan tentu bukanlah perkara gampang.
Buktinya, banyak manusia yang tidak mampu meraih keistimewaan ibadah di
Ramadan disebabkan karena sakit, malas, atau kondisi tubuh lemah.
Sebab
itu, demi mendapatkan predikat terbaik dalam bidang ibadah di bulan
Ramadan, tubuh manusia secara lahir-batin perlu mendapat pengkondisian
dan pelatihan. Pelatihan itu dapat dilakukan sebelumnya atau pada
Sya’ban.
Demikianlah, mengapa Rasulullah SAW begitu giat melakukan puasa Sya’ban hingga sebulan penuh.
0 komentar:
Posting Komentar